Monday, October 11, 2010

buah upil

Lama gak update, apakah anda merindukan post baru di blog ini? hahahhaa... Lagi-lagi aku diingatkan dengan post2 di blog lamaku. Di blog FS, post-post lama, dll. Ternyata apa yang aku rasakan sekarang ini, dari dulu aku juga merasakannya. Bedanya, dulu aku gak banyak dipercayakan tanggung jawab besar. Kalo sekarang, semua-semua diserahkan ke aku. Tanpa perlu bertanya, aku sanggup atau gak. Luar biasa saudara-saudara :) Saya sudah terbiasa (semoga kenyataannya semudah mengetik postingan ini) jadi wonder woman sekarang. Dan sekarang juga sedang mendalami ilmu kagebunshin (ilmu membelah diri).

Hari-hari ini, jujur, banyak duri dalam daging. Awalnya aku anggep angin lalu. Alah, cuma segini, aku masih bisa sanggup lah nahan. Ga pa pa. Ga pa pa.. Tapi semakin aku gak peduli, dan terus berjalan, eh, lha kok duri-duri ini main banyak yang nempel ya? Rasanya kayak buah2 kecil berduri yang menempel, sakit, dan gak mau lepas-lepas. Di PWK, banyak lalang yang punya semacam buah kecil, ukurannya kira-kira sebesar upil yang paling gede yang bisa kamu hasilkan. Buah itu (entah apapun itu, kita sebut saja upil), upil itu kalo kita gak liat pas ngelewatinya, bisa nempel di kaos kaki, celana jeans, jaket, dan benda-benda yang berserat yang kita pake. Awalnya gak kerasa emang. Tapi setelah jalan beberapa langkah, kaki, bahu, atau apapun yang dihinggapi upil itu rasanya sakit ditusuk2. Kalo kita mau buang tuh upil, gak bisa cuma sekdar dikibas-kibaskan kayak ngilangin debu. Tapi harus berhenti beberapa saat (tergantung banyaknya upil yang nempel), sambil nyabutin upil-upil itu. Mending kalo upilnya lembek, bisa dilap. Lha ini upilnya berduri, keras, nyakitin, gak mau lepas-lepas lagi. Kudu satu-satu ngelepasinnya. Ya, intinya, kehidupanku akhir-akhir ini seperti ditempeli upil-upil itu. Tapi aku gak mau berhenti sejenak untuk nyabutin upil itu. Malah terus jalan yang akibatnya makin banyak upil yang nempel di sana-sini dan itu menyakitkan banget buat aku. Tapi herannya, aku malah 'menikmati' dan upil itu seakan mengerti hatiku, dia makin asyik nempel di bagian2 tubuhku. Wow.

Aku baru benar-benar sadar, waktu ibadah kemaren. Waktu itu aku cuma pengen dateng sendiri, berharap gak ketemu sapa-sapa. Aku mau sendirian. Aku benci ada di komunitas yang sok suci di hari Minggu. Sok menguatkan. Sok bersatu padahal aslinya saling menjatuhkan. Huh. Eh, tapi tiba-tiba di sms salah satu anak komselku, diajak duduk bareng. Okelah. Sebenernya aku senang. Dia suka duduk di depan-depan. Dia nyiapin aku duduk bareng dia di depan. Duh senengnya. Sudah lama aku gak pernah duduk di depan. Selama ibadah yang megah ini, aku gak pernah duduk di depan lagi. Lagi-lagi karena alasan pelayanan. Rupanya aku sudah jarang duduk di dekat kaki Bapa. Selama ibadah itu aku cuma bisa diam, tertunduk, gak tau harus berkata apa. Bahkan, biasanya waktu dengar Firman, di ahtiku muncul banyak pembelaan2, tapi minggu itu beda. Aku cuma bisa bilang iya. Iya. Iya. Nothing else. Jadi PRku sekarang adalah: berhenti sejenak untuk menyabuti upil-upil yang nempel di kaos kakiku, jaketku, topiku, lengan bajuku, belakang bajuku, celanaku, semua bagian tubuhku. Termasuk hatiku.

So, God, please help me to take away this 'upil'. It's too hard for me.

Sidoarjo
4:45 PM

4 comments:

  1. ngupil bareng yuk...
    enyak...enyak...enyak....
    kalau sel darah putih yang mati pasca berjuang melawan kuman dan mengering di kulitku yang terluka itu bisa disebut upil juga gak?

    ReplyDelete
  2. meri berjalan menuju "next level"
    tanggungjawab yang lebih besar hanya diberikan pada orang2 yang sudah memperbesar kapasitasnya

    ReplyDelete
  3. oh, aku baru tau kalo upil itu merupakan ide George de Mestral buat bikin velcro! itu lho, yg bunyinya "krek-krek" yg ada di tas, sepatu, dll.
    Astaga.. begitu luar biasanya upil ini..
    namanya biji Burdock!

    ReplyDelete
  4. Berarti inti dr tulisan ini klo ngupil jangan buang disembarang tempat.

    ReplyDelete

Daisypath Anniversary tickers