Everything's changed.
Plan's rearranged.
Brrr....
Aku agak ragu benernya untuk share ini di blog. Tapi aku bener2 gak tau mau share ke siapa lagi. Bisa meledak kepalaku kalo gak di'tumpahkan'.
So, people, I've decided to take my final year in Netherlands this September. Crazy, eh?
Rasanya seperti 'dipaksa' dan 'memaksa' diri sendiri untuk keluar dari zona nyaman. Zona nyaman yang seperti apa? Sejak TK sampai kuliah, bisa dibilang hidupku ini adalah zona nyaman. Bisa sekolah tanpa harus ndredeg (deg-degan) karena telat bayar SPP dan terancam gak boleh ikut UAS. Lancar. Nilai? Hmmm... Belum pernah terancam gak naik kelas.
Terancam gak lulus, pernah. Waktu SMA kelas 3. Entah kenapa waktu itu aku mbambet banget, otakku rasanya gak mau pinter gitu. Terganjal di Fisika. Sekeras apapun aku berusaha, belajar siang malam, bahkan gak istirahat demi ngerjain soal-soal Fisika, try out-ku CUMA 1x lulus. Itupun ngepres. Cuma 6,00. Dan itupun gara-gara soalnya banyak teorinya (parah!). Itulah saat-saat dimana aku merasa 'terancam' (gimana kalo gak lulus??). Tapi, Tuhan yg menenangkan batinku. I know that He never forsake me or leave me alone.. Walau hasil akhir belum memuaskan -ngepres banget dengan standart kelulusan-, toh aku lulus :)
Keluar dari zona nyaman kedua, waktu ujian SPMB atau UMPTN, atau sekarang disebut SNMPTN. Itu hari-hari dimana aku merasa masa depanku gelaaapp.. gelaaaaaaaappp banget. Pake senter juga masih gelaaappp... Takut melangkah. Gimana kalo aku gak kuliah? What should I do? Temen-temenku udah nyantai banget. Mereka udah pada dapet universitas. Udah siap-siap ospek. Dimana aku (masih) berkutat dengan soal-soal ujian. Naik sepeda pancal malem-malem buat les privat SNMPTN yang jaraknya 30menit dari rumah. Belum lagi hasil try out ujianku gak memuaskan banget, belum bisa nembus bidang studi yang aku inginkan. Mumet cari bidang studi lain untuk cadangan.
Hasilnya? Well.. Walau gak jadi masuk bidang studi yang diinginkan, diharapkan, bahkan sudah punya koneksi kakak kelas, ternyata Tuhan berkehendak lain. Tapi gak papa. He knows better than I :)
Sejak hari-hari itu, hidupku seperti dalam zona nyaman. Nyaman kuliah. Nyaman berorganisasi. Nyaman di komunitas. Nyaman segalanya. Gak pernah lagi ndredeg masa depanku gimana. Gimana kalo gak gini, gimana kalo gak gitu. Nyamaaann banget. Uang kuliah, pasti kebayar. Walau agak-agak deg-degan juga karena bayarnya mepet-mepet (terancam gak bisa milih mata kuliah, euyh!), tapi overall hidupku nyaman. Aku gak takut di drop-out (hahahha.. mana berani kampusnya? They need me :P).
Saat ini? Owwhh.. aku ditantang lagi untuk keluar dari zona nyamanku. Gimana caranya? Double degree. Bukan satu-satunya cara, tapi ini kesempatan.
Sempat bergumul juga.
How's my community? They need me.
How's my career? They need me.
How's my family?? They need me!!
How's about the finance?
How's about the scholarships?
How's about the living cost?
How's about the preparation?
How's about... my TOEFL?
Dan how-how yang lainnya yang membuat otakku panas dingin, cenat-cenut tiap ada kamu (SM*SH banget), rasanya otakku cuma dipenuhi dengan ketakutan-ketakutan yang sebenernya tuh ya gak penting-penting banget. Bagi yang punya duit, gak perlu cenat-cenut gini kali ya. Tapi bagi seseorang yang belum pernah liat uang sejumlah 12.700 Euro, itu adalah hal yang sangat amat menakutkan. Mikir mikir.. mikiirr.. mikiiirrr... sampe gak tau mau mikir apalagi.
Itu semua kemaren. :)
Sekarang?
Que sera sera..
Whatever will be will be...
I do my best, and let Him do the rest :)
Just pray for me, fellas!
hehehehe.....
ReplyDeletesantai tapi serius.
berjuanglah tanpa harus terbebani begitu rupa tentang double degree.