In that day, A vineyard beloved and lovely; sing a responsive song to it and about it! I, the Lord, am its Keeper; I water it every moment; lest anyone harm it, I guard and keep it night and day.
Friday, October 22, 2010
Monday, October 18, 2010
Spaghetti ala... kadarnya!
Beberapa hari yang lalu, aku dan orang ini, iseng-iseng nyoba buat masak. Yah... latar belakangnya apa ya? Kayaknya karena kami sama-sama uda bosen kuliner ya? Hahahhaa... Jadi setelah perdebatan panjang dan ngiler sana sini, akhirnya kami memutuskan buat masak spaghetti. Alasannya, bahan mudah didapet (Giant, Hero, Indomaret, Alfamart, dll), cepet, ringkas, gak ribet. Dugaan awal sih.
Jadi setelah pulang kuliah, saya meluncur ke rumahnya, dan belanja dulu lah. Masa' langsung masak. Apa yang dimasak? Giant deket rumahnya akhirnya kami jajah. Huahuahuhaua...
Gak lama, kami mulai ngglibet di dapur. Aku suruh dia yang ngupas bawang. Hahahha... males nangis2 aku. Biarin dia aja. hahahhaa.. jahat banget ya? Biarin. :P Selagi dia ngupas bawang, aku ngerebus spaghetti-nya.
Kurang lebih setengah jam kemudian....
Sluurrrpppyyy.....
Aku udah sempet takut aja gak enak, habisnya dia ngasih airnya kebanyakan. Kukira keenceran. Ternyata gak juga. Pas! :)
Mau resepnya? Check this out!
Spaghetti ala... kadaranya!
Bahan:
250gr Spaghetti La Fonte
100gr daging sapi cincang
bawang bombay
bawang putih
Saus tomat & sambal
1 gelas air putih
keju parmesan / keju parut
lada hitam bubuk
Cara membuat:
Untuk: 4-5 piring
Selamat mencoba!
Jadi setelah pulang kuliah, saya meluncur ke rumahnya, dan belanja dulu lah. Masa' langsung masak. Apa yang dimasak? Giant deket rumahnya akhirnya kami jajah. Huahuahuhaua...
Gak lama, kami mulai ngglibet di dapur. Aku suruh dia yang ngupas bawang. Hahahha... males nangis2 aku. Biarin dia aja. hahahhaa.. jahat banget ya? Biarin. :P Selagi dia ngupas bawang, aku ngerebus spaghetti-nya.
Kurang lebih setengah jam kemudian....
Sluurrrpppyyy.....
Aku udah sempet takut aja gak enak, habisnya dia ngasih airnya kebanyakan. Kukira keenceran. Ternyata gak juga. Pas! :)
Mau resepnya? Check this out!
Spaghetti ala... kadaranya!
Bahan:
250gr Spaghetti La Fonte
100gr daging sapi cincang
bawang bombay
bawang putih
Saus tomat & sambal
1 gelas air putih
keju parmesan / keju parut
lada hitam bubuk
Cara membuat:
- Rebus spaghetti sampai tingkat kekenyalan yg diinginkan. Tambahkan garam kalo mau. Tiriskan.
- Bawang putih dipotong dadu, bawang bombay dipotong membentuk onion ring.
- Tuang sedikit minyak ke dalam wajan, tumis bawang putih dan bawang bombay hingga harum.
- Masukkan daging cincang ke dalam wajan, saus tomat, saus sambal, dan air. Aduk hingga merata. Tambahkan garam & lada hitam secukupnya.
- Matikan kompor. Cicipi rasa saus yang sudah dibuat. Enak gak? Kalo masih kurang, tambahi sesuai selera deh :D
- Jika sudah selesai, hidangkan dalam 1 piring, beri keju parut di atasnya. Yummy!!
Untuk: 4-5 piring
Selamat mencoba!
Monday, October 11, 2010
buah upil
Lama gak update, apakah anda merindukan post baru di blog ini? hahahhaa... Lagi-lagi aku diingatkan dengan post2 di blog lamaku. Di blog FS, post-post lama, dll. Ternyata apa yang aku rasakan sekarang ini, dari dulu aku juga merasakannya. Bedanya, dulu aku gak banyak dipercayakan tanggung jawab besar. Kalo sekarang, semua-semua diserahkan ke aku. Tanpa perlu bertanya, aku sanggup atau gak. Luar biasa saudara-saudara :) Saya sudah terbiasa (semoga kenyataannya semudah mengetik postingan ini) jadi wonder woman sekarang. Dan sekarang juga sedang mendalami ilmu kagebunshin (ilmu membelah diri).
Hari-hari ini, jujur, banyak duri dalam daging. Awalnya aku anggep angin lalu. Alah, cuma segini, aku masih bisa sanggup lah nahan. Ga pa pa. Ga pa pa.. Tapi semakin aku gak peduli, dan terus berjalan, eh, lha kok duri-duri ini main banyak yang nempel ya? Rasanya kayak buah2 kecil berduri yang menempel, sakit, dan gak mau lepas-lepas. Di PWK, banyak lalang yang punya semacam buah kecil, ukurannya kira-kira sebesar upil yang paling gede yang bisa kamu hasilkan. Buah itu (entah apapun itu, kita sebut saja upil), upil itu kalo kita gak liat pas ngelewatinya, bisa nempel di kaos kaki, celana jeans, jaket, dan benda-benda yang berserat yang kita pake. Awalnya gak kerasa emang. Tapi setelah jalan beberapa langkah, kaki, bahu, atau apapun yang dihinggapi upil itu rasanya sakit ditusuk2. Kalo kita mau buang tuh upil, gak bisa cuma sekdar dikibas-kibaskan kayak ngilangin debu. Tapi harus berhenti beberapa saat (tergantung banyaknya upil yang nempel), sambil nyabutin upil-upil itu. Mending kalo upilnya lembek, bisa dilap. Lha ini upilnya berduri, keras, nyakitin, gak mau lepas-lepas lagi. Kudu satu-satu ngelepasinnya. Ya, intinya, kehidupanku akhir-akhir ini seperti ditempeli upil-upil itu. Tapi aku gak mau berhenti sejenak untuk nyabutin upil itu. Malah terus jalan yang akibatnya makin banyak upil yang nempel di sana-sini dan itu menyakitkan banget buat aku. Tapi herannya, aku malah 'menikmati' dan upil itu seakan mengerti hatiku, dia makin asyik nempel di bagian2 tubuhku. Wow.
Aku baru benar-benar sadar, waktu ibadah kemaren. Waktu itu aku cuma pengen dateng sendiri, berharap gak ketemu sapa-sapa. Aku mau sendirian. Aku benci ada di komunitas yang sok suci di hari Minggu. Sok menguatkan. Sok bersatu padahal aslinya saling menjatuhkan. Huh. Eh, tapi tiba-tiba di sms salah satu anak komselku, diajak duduk bareng. Okelah. Sebenernya aku senang. Dia suka duduk di depan-depan. Dia nyiapin aku duduk bareng dia di depan. Duh senengnya. Sudah lama aku gak pernah duduk di depan. Selama ibadah yang megah ini, aku gak pernah duduk di depan lagi. Lagi-lagi karena alasan pelayanan. Rupanya aku sudah jarang duduk di dekat kaki Bapa. Selama ibadah itu aku cuma bisa diam, tertunduk, gak tau harus berkata apa. Bahkan, biasanya waktu dengar Firman, di ahtiku muncul banyak pembelaan2, tapi minggu itu beda. Aku cuma bisa bilang iya. Iya. Iya. Nothing else. Jadi PRku sekarang adalah: berhenti sejenak untuk menyabuti upil-upil yang nempel di kaos kakiku, jaketku, topiku, lengan bajuku, belakang bajuku, celanaku, semua bagian tubuhku. Termasuk hatiku.
So, God, please help me to take away this 'upil'. It's too hard for me.
Sidoarjo
4:45 PM
Hari-hari ini, jujur, banyak duri dalam daging. Awalnya aku anggep angin lalu. Alah, cuma segini, aku masih bisa sanggup lah nahan. Ga pa pa. Ga pa pa.. Tapi semakin aku gak peduli, dan terus berjalan, eh, lha kok duri-duri ini main banyak yang nempel ya? Rasanya kayak buah2 kecil berduri yang menempel, sakit, dan gak mau lepas-lepas. Di PWK, banyak lalang yang punya semacam buah kecil, ukurannya kira-kira sebesar upil yang paling gede yang bisa kamu hasilkan. Buah itu (entah apapun itu, kita sebut saja upil), upil itu kalo kita gak liat pas ngelewatinya, bisa nempel di kaos kaki, celana jeans, jaket, dan benda-benda yang berserat yang kita pake. Awalnya gak kerasa emang. Tapi setelah jalan beberapa langkah, kaki, bahu, atau apapun yang dihinggapi upil itu rasanya sakit ditusuk2. Kalo kita mau buang tuh upil, gak bisa cuma sekdar dikibas-kibaskan kayak ngilangin debu. Tapi harus berhenti beberapa saat (tergantung banyaknya upil yang nempel), sambil nyabutin upil-upil itu. Mending kalo upilnya lembek, bisa dilap. Lha ini upilnya berduri, keras, nyakitin, gak mau lepas-lepas lagi. Kudu satu-satu ngelepasinnya. Ya, intinya, kehidupanku akhir-akhir ini seperti ditempeli upil-upil itu. Tapi aku gak mau berhenti sejenak untuk nyabutin upil itu. Malah terus jalan yang akibatnya makin banyak upil yang nempel di sana-sini dan itu menyakitkan banget buat aku. Tapi herannya, aku malah 'menikmati' dan upil itu seakan mengerti hatiku, dia makin asyik nempel di bagian2 tubuhku. Wow.
Aku baru benar-benar sadar, waktu ibadah kemaren. Waktu itu aku cuma pengen dateng sendiri, berharap gak ketemu sapa-sapa. Aku mau sendirian. Aku benci ada di komunitas yang sok suci di hari Minggu. Sok menguatkan. Sok bersatu padahal aslinya saling menjatuhkan. Huh. Eh, tapi tiba-tiba di sms salah satu anak komselku, diajak duduk bareng. Okelah. Sebenernya aku senang. Dia suka duduk di depan-depan. Dia nyiapin aku duduk bareng dia di depan. Duh senengnya. Sudah lama aku gak pernah duduk di depan. Selama ibadah yang megah ini, aku gak pernah duduk di depan lagi. Lagi-lagi karena alasan pelayanan. Rupanya aku sudah jarang duduk di dekat kaki Bapa. Selama ibadah itu aku cuma bisa diam, tertunduk, gak tau harus berkata apa. Bahkan, biasanya waktu dengar Firman, di ahtiku muncul banyak pembelaan2, tapi minggu itu beda. Aku cuma bisa bilang iya. Iya. Iya. Nothing else. Jadi PRku sekarang adalah: berhenti sejenak untuk menyabuti upil-upil yang nempel di kaos kakiku, jaketku, topiku, lengan bajuku, belakang bajuku, celanaku, semua bagian tubuhku. Termasuk hatiku.
So, God, please help me to take away this 'upil'. It's too hard for me.
Sidoarjo
4:45 PM
Monday, October 4, 2010
Sakit? Iya sama.
Memang, mulut tuh kalo gak dijaga, bisa menimbulkan banyak masalah di masa depan. Makanya ada peribahasa bilang, "lebih baik banyak mendengar daripada banyak bicara". Ato ada juga yang bilang, "kita diciptakan 2 telinga dengan 1 mulut, supaya kita lebih banyak mendengar daripada berbicara".
Intinya sih sama.
Selain itu, rasa ingin tahu yang terlalu besar juga kadang gak baik. Apalagi itu menyangkut manusia lain. Kalo kita gak bisa mengendalikan diri, bisa ada 3 hal yang terjadi:
1. Kita yang sakit hati (karena yang kita utek-utek gak sesuai bayangan awal kita).
2. Dia yang sakit hati (karena kehidupannya diutek-utek).
3. Kita dan dia yang sakit hati (campuran dari 2 hal di atas).
Pada intinya, segala sesuatu yang belum waktunya, tapi dipaksa waktunya, gak akan berakhir enak. Yang namanya pencit, klo masih belum waktunya juga rasanya gak enak.
Keras.
Sepet.
Pahit.
Sakit? Iya sama.
Intinya sih sama.
Selain itu, rasa ingin tahu yang terlalu besar juga kadang gak baik. Apalagi itu menyangkut manusia lain. Kalo kita gak bisa mengendalikan diri, bisa ada 3 hal yang terjadi:
1. Kita yang sakit hati (karena yang kita utek-utek gak sesuai bayangan awal kita).
2. Dia yang sakit hati (karena kehidupannya diutek-utek).
3. Kita dan dia yang sakit hati (campuran dari 2 hal di atas).
Pada intinya, segala sesuatu yang belum waktunya, tapi dipaksa waktunya, gak akan berakhir enak. Yang namanya pencit, klo masih belum waktunya juga rasanya gak enak.
Keras.
Sepet.
Pahit.
Sakit? Iya sama.
Subscribe to:
Posts (Atom)