Setelah banyak baca buku dan dengar/baca/lihat sharing orang-orang soal kehidupan single dan marriage, jujur sebagai seorang single, saya itu pernah mengalami 2 fase ini:
Fase 1: kepingiiiiinnn banget punya pasangan, bisa disayang-sayang, bisa saling support, bisa saling mendoakan, saling bla bla bla..
Fase 2: SANGAT TIDAK INGIN punya pasangan. Ribet, rewel, gak bebas, nambah-nambah beban pikiran, belum lagi kalo lagi berantem, ah repot mbuh deh!
Nah, kalo kamu pernah ada di fase mana?
Atau jangan-jangan... ada fase yang lain yang saya belum tahu?
Jujur saja, saya pernah ada di fase 1 dan kok ya kebetulan ketemu seseorang yang mendekati kriteria. Tapi karena memang bukan waktuNya, akhirnya semuanya berakhir. Untung berakhir sekarang, bukan nanti ketika kadung mau nyoba jalan beneran, atau paling parah: setelah mengucap janji. Setelah kejadian itu, saya jadi sadar, kalau ternyata saya masih jauuuhhh dari sebuah hubungan yang serius. Ternyata kedewasaan seseorang dalam sebuah relationship (man-woman relationship pastinya), tidak bisa hanya diukur dari seberapa kaya dia, seberapa tua usianya, seberapa pintar dia, seberapa rohani hidupnya, berapa kali sateduh dalam sehari, berapa banyak anak komsel yang dipercayakan, atau seberapa besar pelayanan yang diemban. Memang hal-hal tersebut bisa mempengaruhi (pastinya), tapi rupanya ada hal yang lebih penting dari itu semua, yaitu waktu. Gilee dah ini satu kata tapi mantep banget sih.
Dulu, dulu banget, waktu saya masih pake seragam putih-merah, saya kalo ke sekolah selalu naik mobil antar jemput. Dalam mobil antar jemput itu tidak hanya ada saya dan teman-teman seumuran, tapi juga ada teman-teman yang pakai seragam putih biru, maupun putih abu-abu. Nah, waktu di dalam mobil itu saya suka mengamati teman-teman saya yang pakai seragam putih biru dan putih abu-abu. Sepertinya hidup mereka asik banget gitu, becandaan, ketawa-ketawa kayak ada yang lucu aja . Tapi begitu musim ujian tiba, mereka semua langsung terdiam seribu bahasa, sibuk sama buku tebal yang ada di pangkuan masing-masing. Saya pernah sekali duduk sebelahan dengan teman yang pakai seragam putih abu-abu. Ngeliat bukunya yang tebel dan tulisannya kecil-kecil, udah gitu gak ada gambarnya blas lagi! Ugh, pusing kepala saya. Saya suka berpikir, duh, bisa gak ya saya masuk SMA? Kok pelajarannya susah banget, trus tulisannya kecil-kecil juga.. Trus ngeliat temen yang pakai seragam putih biru juga begitu, bukunya tebel dan penuh tulisan. Uh saya nggak sanggup rasanya baca buku semacam itu . Setiap kali kenaikan kelas tiba, dan saya beli buku baru untuk di kelas yang baru, saya suka membuka-buka buku baru itu, ngeliat apa isinya. Dan saya selalu pusing bacanya .
Ada yang pernah ngalami seperti itu gak?
Tapi, you know what? Waktu terus berjalan, dan ya buktinya saya bisa aja ngerjain soal-soal di buku itu selama saya pakai seragam putih merah. Samapi tiba harinya saya pakai seragam putih bitu, sama pusingnya ngeliat bukunya, tapi TOH ya saya tetep naik kelas dan akhirnya pake seragam putih abu-abu juga.
Buat saya, segala sesuatu yang terjadi dalam hidup saya itu ada kelasnya. Kalau saya bisa melewati ujian dengan baik, saya naik ke kelas selanjutnya. Kalau masih gagal ujian? Ya harus diulang terus sampai lulus. Waktu saya SD, apa saya tidak bisa masuk kelas SMP? Bisa lah! SD-SMP-SMA saya itu se-kompleks. Jalan masuknya aja ada tembusannya. Saya bosen di kelas SD saya dan mau mausk ke kelas SMP ya bisa aja, tapi.. tapii... jelas saya tidak akan sanggup menerima materi apapun di kelas SMP.
Dalam hal kedewasaan juga ada kelasnya rupanya. Ini yang baru saya sadari baru-baru ini. Ada yang mengira, jika saya sudah termasuk dewasa dalam hal tanggung jawab, saya pasti juga dewasa dalam hal, misalnya, bergaul dengan orang lain. Atau ada yang mengira, jika saya sudah termasuk dewasa dalam hal mengontrol emosi, saya pasti juga dewasa dalam hal, misalnya, kejujuran.
Baru-baru ini saya menyadari bahwa ada orang-orang yang mungkin memang dewasa dalam satu hal, tapi belum tentu dia dewasa dalam hal yang lain. Ada orang yang mampu melakukan suatu hal dengan baik, belum tentu di hal lain dia bisa melakukan sebaik itu.
Nah, apa hubungannya dengan relationship?
Single atau married, dua hal ini merupakan kelas yang berbeda.
Sebelum memasuki kelas yang lain, harus memasuki kelas yang satu dulu. Dan, jelas, ada ujiannya. Sebelum lulus ujiannya, tidak bisa memasuki kelas selanjutnya. Bisa, tapi ya kita sendiri yang akan kerepotan karena materinya berbeda.
Menyadari hal ini, saya pernah curhat ke Tuhan, sang empunya Kasih, kalo saya ini kayaknya gak bakal lulus ujian Single deh. Habis, banyak galaunya, banyak maunya, try out gagal terus deh! (Ini musim UNAS jadi kata-katanya juga jadi kebawa deh ). Sebagai pasangan, tentunya saya pengen dong ngeliat pasangan yang saya sayangi bahagia. Dia bahagia, tentunya saya juga bahagia.
Tapi kalo saya bayangin, dengan keadaan saya sekarang, dengan segala kelemahan saya sekarang, duh kayaknya saya malah bawa pasangan saya makin turun bukannya naik deh .
Dengan segala ketakutan saya itu (apalagi ada riwayat gagal), lagi-lagi saya asistensi sama Tuhan. Gimana ya Tuhan kalo misalnya saya dikasih pasangan sekarang, trus saya malah bikin hidupnya gitu-gitu aja? Saya itu takut saya sendiri jadi lupa upgrade diri akhirnya bikin kacau sedunia. Weleh lebay :P Tapi emang lho saya sempet ketakutan kayak gitu. Mending ya kalo saya gagal ke diri saya sendiri. Resiko yang tanggung ya paling saya sendiri. Tapi kalo gara-gara saya ada orang lain yang ikutan gagal, wooghh.. tanggung jawabnya lho rek! Ini anak orang bukan boneka! Lebih parah lagi, ini anak Tuhan, woy!
Tapi Tuhan cuma tanya balik begini kira-kira:
Tuhan (T): Menurut kamu, setelah kamu hidup bareng Aku, gimana dengan hidupmu? Kamu pilih hidup bareng Aku atau hidup sendiri?
Saya (S): Humm... ya saya sih lebih seneng hidup bareng Kamu, Tuhan.
T: Apakah hidup kamu makin naik ketika bersamaKu?
S: Jelas!
T: Apakah kamu pernah gagal atau menyesal hidup bersamaKu?
S: .... pernah sih. Pernah marah dan kecewa juga sama Tuhan. Pernah anggep Tuhan gak ada juga...
T: ....
S: ....
T: Sekarang masih menyesal?
S: Tidak!
T: Apakah Aku pernah gagal mengasihimu?
S: ..... tidak...
T: Wooghh.. yakin loe? Kamu pernah lho meragukan kasihKu.
S: ... iya sih. Tapi sekarang dipikir-pikir lagi, sebenernya itu gak gagal kok Tuhan. Walau saya sempat marah juga, tapi Tuhan baik. Tuhan juga tetep sayang. Saya aja yang gagal mengerti Tuhan. Walau saya pernah nyuekin Tuhan, berlaku seenak hati sendiri, Tuhan tetep sayang...
T: Begitu juga dengan pasanganmu kelak! Sekalipun ada banyak hal yang akan 'mendinginkan' kasih kalian, akan ada hal-hal yang membuat kalian gagal untuk tidak mementingkan diri sendiri, tapi kasihKu yang akan menjaga kalian berdua untuk tetap tinggal dalam kasih. Jadi tidak perlu takut bahwa kamu akan menurunkan hidup pasanganmu, atau kamu merasa hidupmu turun setelah berkomitmen dengan pasanganmu, memang mungkin kelihatannya seperti turun, tetapi sesungguhnya naik.
S:
T: Bersabarlah! Pasanganmu adalah pasangan dariKu. Tidak akan kubiarkan kalian berdua semakin jauh dariKu :) Sama seperti kamu puas hidup bersamaKu, kamu juga akan puas hidup bersamanya, walau memang tidak mudah, kan?
S:
T:
Sejak hari itu saya gak takut lagi menghadapi apapun.
Yeah, memang benar tidak ada jaminan saya tidak akan gagal (lagi).
Yeah, memang benar tidak ada jaminan saya bisa melakukannya dengan baik.
Tapi saya percaya, Tuhan yang merancangkan semuanya, Dia juga lah yang akan mengatur semuanya.
Tugas saya sekarang?
Cukup berakting sesuai peran saya dan mendengarkan setiap instruksiNya.
Walaupun rasanya jauh tak berujung, dan hal-hal di sekitar sangat mengerikan untuk dihadapi, tapi aku tahu, inilah tempat terindah untukku.
Amanda Hug!Hug! postingan lo in neguhin pertanyaan gw ke Babe kmrn. Gmn kalo gw gagal mengasihi,setia,dsb. Gw jd tguhin. Thx alot ya bwt sharingnya.
ReplyDeleteWisely said Amanda, wisely said.
ReplyDeleteUntuk bisa membicarakan konsep cinta dan pasangan hidup memang seseorang perlu melalui tahap-tahap tertentu dalam hidup. Seorang anak kecil atau remaja tidak bisa mendeskripsikan cinta dengan benar karena ia belum melalui proses2 pendewasaan hidup. Anak kecil/remaja yang berusaha mendeskripsikan cinta tanpa pengalaman hidup yang memadai sering malah menghasilkan teori/idea yang malah semakin menunjukkan kekanak-kanakannya. Tulisan ini tidak seperti itu, tulisan ini penuh dengan kerendahan hati dan menjadikannya indah sekali amanda.
Kalau diatas adalah level untuk membicarakan, untuk menjalani pernikahan, itu bicara suatu level lain yang sangat berbeda. orang bisa bicara 100 macam hal tentang pasangan hidup dan pernikahan, tapi ketika sudah masuk tahap menjalaninya, 100 macam hal itu nilainya seringkali nol besar.
Pernikahan itu bukan tentang konsep atau ideas atau teori. Young people discuss about it - and that's 100% fine and even the right thing to do, but mature people keep it inside (sometimes outside) and run the marriage track with endurance, strength and faith . Those qualities (endurance, strength and faith), will be hard to find in the lives of the youth who spent the long hours of discussing when they got married later on.
many can discuss abt marriage, few can endure it.
Amazing Amanda, very true and written with such humility and wisdom. maybe one of the best piece of writing on marriage/love written by a single.
GBU, keep up the spirit, keep on writing!
Baguuus Mandaaaa..hehee.. like it..
ReplyDeletebilang2 itu emo2 monkey gmana masukinnya??
LUCUUUU..hehehe.
@kak Lasma: *hugs* balik :) Saya juga masih banyak gagal kak jadi seorang single.. harus banyak belajar & upgrade diri juga. Semangat buat prepare weddingnya ya kak!
ReplyDelete@kak Jerry: Thanks, kak! All inspirations come from Holy Spirit ^^ Saya pikir itu semua karena Roh Kudus yang bicara langsung ke saya, dan diteguhkan juga lewat ayat Firman Tuhan yang mengatakan:
Dalam Alkitab tertulis, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah-ibunya untuk bersatu dengan istrinya, dan keduanya akan menjadi satu." Ayat tersebut mengandung arti yang dalam. Dan saya kaitkan itu dengan hubungan antara Kristus dan jemaat. Tetapi ayat tersebut ada hubungannya juga dengan kalian: Hendaklah setiap suami mengasihi istrinya seperti ia mengasihi dirinya sendiri dan hendaklah setiap istri berusaha untuk menghormati suaminya. (Efesus 5:31-33 IBIS)
Soal 3 hal itu bener banget, kak! Tidak semua orang bisa melakukan itu. Tapi kalau sudah ambil keputusan untuk menikah, pasti dimampukan. Betul tidak? ;) Jadi tidak ada alasan pisah karena tidak cocok.
@Kezia: thanks, Kez. Itu ngambil di http://www.addemoticons.com/emoticon/monkey/ dimasukin via HTML di blogger. pake tag img src :D Ngerti kan maksud saya? Bingung jelasinnya disini.. Tapi kayaknya sih Kezia tau lah yaa.. :)
great tough! thank you ya, sangat memberkati buatku yg skrg lg merasa gagal sbg pasangan.. hehe.. yg aku suka adalah,, berhasil dewasa dlm satu hal blm tentu berhasil jg dlm hal lain, makanya kita perlu slalu membenahi diri dan bangun hubungan sama Tuhan biar kita bs mjd serupa denganNya, wlwpun ya sering gagal yaa, tp Tuhan akan bantuin.
ReplyDeletewalaupun pasangan ga bs nerima kegagalan kita, ingat ada Tuhan yg siap memeluk dan membantu kita melaluinya dan membuat kita bangkit lg, coba lagi smpe berhasiil. pasangan yg benar dari Tuhan akhirnya akan slalu memaklumi kegagalan kita dlm satu hal dan berjalan bersama memperbaikinya, mengampuni seberapa sakit hatinya krn dasar kasihnya adalah Kristus. dan sekarang, kita dulu aja yg berjuang untuk bisa kaya gitu, meneladani kasih Bapa yg ga pernah ada habisnyaa...
thank you Volare Amanda!
Thank you for sharing too! Semangat buat anonim hahahaha..
Delete